Senin, 04 Mei 2015

Motivasi, Retensi dan Transfer dalam Pembelajaran



1.      Motivasi Belajar
“Menurut koeswara, motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk didalamnya perilaku belajar” (Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono,2009:80) dengan adanya motivasi, manusia akan bergerak dan mengarah pada hal yang menjadikan motivasi itu terealisasi.
Motivasi muncul ketika manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhannya . Moslow membagi kebutuhan menjadi 5 yaitu kebutuhan fisiologis, perasaan, sosial, prestasi dan aktualisasi diri. kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang primer seperti sandang, pangan, papan. Dengan adanya kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi itu. Manusia termotivasi untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dan kebanyakan orang beanggapan bahwa kebutuhan itu dapat diperoleh dengan jalan bekerja, namun sebelum bekerja, manusia dituntut untuk belajar agar nantinya dapat di terima bekerja. Inilah salah satu contoh pentingnya motivasi terhadap proses belajar.
Pentingnya motivasi belajar untuk siswa adalah:
·         Menyadarkan kedudukan pada awal belajar,proses, dan hasil akhir. Contohnya dua siswa yang sama-sama membaca buku, salah satu siswa telah faham dan yang satu belum, maka siswa yang belum faham itu akan terdorong untuk belajar.
·         Menginformasikan tentang usaha belajar,
·         Mengarahkan kegiatan belajar.
·         Membesarkan semangat belajar,
·         Menyadarkan tentang perjalanan belajar kemudian bekerja.
Dengan mengetahui pentingnya motivasi dalam belajar, diharapkan siswa bisa mencari apakah motivasi yang baik di pegang agar proses belajar menjadi maksimal.guru hendaknya juga memberikan motivasi melalui ceramah dan juga cerita orang-orang yang telah sukses agar siswanya terpacu dan menjadikannya sebagai motivasi.
Motivasi sendiri dibedakan menjadi dua jenis yaitu motivasi primer dan motivasi skunder.
ü  Motivasi primer didasarkan pada motif dasar yang berasal dari segi biologis, sehingga perilakunya terpengaruh dalam insting. Motivasi primer ini yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani seperti makan, minum,rasa ingin tahu, ingin perasaan aman dan masih banyak lagi. Motivasi primer ini diperlukan siswa agar untuk meningkatkan belajarnya. Dalam motivasi primer ini terdapat contoh motivasi karena rasa ingin tahu. Setelah siswa memiliki motivasi ini, mereka akan menggali potensi lewat belajar.
ü  Motivasi yang kedua adalah motivasi skunder, motivasi ini cakupannya sudah luas dan berhubungan dengan sosial, motivasi ini contohnya seseorang ingin bekerja dan mendapatkan banyak uang. Maka diperlukan skill khusus agar dapat memperoleh uang dari hasil bekerja itu. Dan semuanya akan didapatkan melalui proses belajar. Karena dalam proses belajar, terdapat pengembangan kemampuan kogitif,afektif dan psikomotorik, yang sangat di perlukan untuk memenuhi motivasi skunder ini.
Motivasi dapat bersumber dari dalam diri sendiri (internal) dan dari luar (eksternal)”) contoh dari motivasi internal adalah anak yang gemar membaca, tanpa disuruhpun ada kesadaran sendiri pada dirinya untuk membaca. Sedangkan contoh dari eksternal adalah siswa selalu disiplin karena takut terhadap peraturan sekolah. Motivasi internal lebih awet dari pada eksternal, karena internal datang dari diri sendiri sedang eksternal datang karena perasaan takut akan sesuatu, atau mengharap pujian orang lain.
Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah cita-cita siswa,kemampuan siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan siswa, unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran, dan upaya guru. Apabila siswa mulai lelah dalam belajar upaya meningkatkan motivasi belajar yaitu optimalisasi penerapan prinsip belajar, guru mengajak siswa kembali berfikir tentang arti pentingnya belajar, jika semulamereka hanya bermain-main saja, guru memberikan pengertian tentang apakah prinsip belajar yang seutuhnya, yang kedua optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran dengan cara menjauhi hal-hal yang bisa mengurangi konsentrasi belajar seperti tayangan televisi dan teman sepermainan yang bisa membawa efek negatif dalam proses belajarnya, yang ketiga adalah optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa dan yang terakhir adalah pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar, jika guru mampu memberikan sugesti kepada siswanya tentang pentingnya meraih cita-cita, siswa yang mulanya menurun belajarnya, akan termoivasi untuk bangkit dan berusaha mencapai cita-cita yang diharapkan.
A.     Pengertian Motivasi Belajar
            Motivasi belajar pada dasarnya merupakan bagian dari motivasi secara umum. Dalam kegiatan belajar mengajar dikenal adanya motivasi belajar yaitu motivasi yang ada dalam dunia pendidikan atau motivasi yang dimiliki peserta didik (siswa).
            Sardiman (2006) mengemukakan bahwa “motif” dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila keinginan untuk mencapai kebutuhan sangat kuat. Selain itu, menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Nasution ( dalam Rohani, 2004) menyatakan motivasi peserta didik (siswa) adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga siswa mau melakukan apa yang dapat dilakukannya.
Menurut Winkel (2005) “Motivasi belajar ialah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat dalam belajar, sehingga siswa yang bermotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar”.
            Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa motivasi belajar adalah suatu penggerak yang timbul dari kekuatan mental diri peserta didik maupun dari penciptaan kondisi belajar sedemikian rupa untuk mencapai tujuan-tujuan belajar itu sendiri.
B.     Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi belajar dianggap penting di dalam proses belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku siswa. Menurut Sardiman (2001) mengemukakan tiga fungsi motivasi yaitu:
1)      Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan.
Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2)      Motivasi berfungsi sebagai pengarah.
Artinya motivasi mengarahkan perubahan untuk mencapai yang diinginkan.  Dengan demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3)      Motivasi berfungsi sebagai penggerak.
Artinya mengerakkan tingkah laku seseorang. Selain itu, motivasi belajar berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi.
C.    Jenis-jenis Motivasi
Secara umum, motivasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
1)      Motivasi Instrinsik
            Hamalik (2004) berpendapat bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri. Sedangkan menurut Sardiman (2006) motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, individu terdorong untuk bertingkah laku ke arah tujuan tetentu tanpa adanya faktor pendorong dari luar. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri atau dengan kata lain motivasi instrinsik tudak memerlukan rangsangan dari luar tetapi berasal dari diri siswa.
            Siswa yang termotivasi secara instrinsik dapat terlihat dari kegiatannya yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar karena bituh dan ingin mencapai tujuan belajar yang sebenarnya. Dengan kata lain, motivasi instrinsik dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan itu sendiri (Sardiman, 2001). Siswa yang memiliki motivasi instrinsik menunjukkan keterlibatan dan aktivitas yang tinggi dalam belajar.
            Motivasi dalam diri merupakan keinginan dasar yang mendorong individu mencapai berbagai pemenuhan segala kebutuhan diri sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan dasar siswa, guru memanfaatkan dorongan keingintahuan siswa yang bersifat alamiah dengan jalan menyajikan materi yang cocok dan bermakna bagi siswa. Menurut Usman (2005) motivasi instrinsik timbul sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain tetapi atas kemauan sendiri.
            Pada dasarnya siswa belajar didorong oleh keinginan sendiri maka siswa secara mandiri dapat menentukan tujuan yang dapat dicapainya dan aktivitas-aktivitasnya yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan belajar. seseorang mempunyai motivasi instrinsik karena didorong rasa ingin tahu, mencapai tujuan menambah pengetahuan. Dengan kata lain, motivasi instrinsik bersumber pada kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Motivasi instrinsik muncul dari kesadaran diri sendiri, bukan karena ingin mendapat pujian atau ganjaran.
            Guru dapat menggunakan beberapa strategi dalam pembelajaran agar siswa termotivasi secara instrinsik, yaitu:
1.      Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa sehingga tujuan belajar menjadi tujuan siswa atau sama dengan tujuan siswa.
2.      Memberi kebebasan kepada siswa untuk memperluas kegiatan dan materi belajar selama masih dalam batas-batas daerah belajar yang pokok.
3.      Memberikan waktu ekstra yang cukup banyak bagi siswa untuk mengembangkan tugas-tugas mereka dan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di sekolah.
4.      Kadang kala memberikan penghargaan atas pekerjaan siswa.
5.      Meminta siswa-siswanya untuk menjelaskan dan membacakan tugas-tugas yang mereka buat, kalau mereka ingin melakukannya. Hal ini perlu dilakukan terutama sekali terhadap tugas yang bukan merupakan tugas pokok yang harus dikerjakan oleh siswa, kalau tugas dikerjakan dengan baik.
2)      Motivasi Ekstrinsik
            Motivasi ekstrinsik berbeda dari motivasi instrinsik karena dalam motivasi ini keinginan siswa untuk belajar sangat dipengaruhi oleh adanya dorongan atau rangsangan dari luar. Dorongan dari luar tersebut dapat berupa pujian, celaan, hadiah, hukuman dan teguran dari guru. Menurut Sardiman (2006) motivasi ekstrinsik adalah “motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan atau dorongan dari luar”. Bagian yang terpenting dari motivasi ini bukanlah tujuan belajar untuk mengetahui sesuatu tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, sehingga mendapatkan hadiah.
            Motivasi instrinsik juga diperlukan dalam kegiatan belajar karena tidak semua siswa memiliki motivasi yang kuat dari dalam dirinya untuk belajar. Guru sangat berperan dalam rangka menumbuhkan motivasi ekstrinsik. Pemberian motivasi ekstrinsik harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa, karena jika siswa diberikan motivasi ekstrinsik secara berlebihan maka motivasi instrinsik yang sudah ada dalam diri siswa akan hilang. Motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi instrinsik, sehingga motivasi ekstrinsik sangat diperlukan dalam pembelajaran.
            Dimyanti (2006) mengemukakan bahwa motivasi ekstrinsik dapat berubah menjadi motivasi instrinsik jika siswa menyadari pentingnya belajar. Motivasi ekstrinsik juga sangat diperlukan oleh siswa dalam pembelajaran karena adanya kemungkianan perubahan keadaan siswa dan juga faktor lain seperti kurang meneriknya proses belajar mengajar bagi siswa. Motivasi ekstrinsik dan instrinsik harus saling menambah dan memperkuat sehingga individu dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
D.     Cara Membangkitkan Motivasi Belajar
            Upaya-upaya peningkatan motivasi belajar siswa dilakukan oleh guru dengan menggunakan berbagai cara. Pemilihan cara membangkitkan motivasi belajar siswa harus disesuaikan dengan karakteristik siswa dan juga mata pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru. Siswa yang mempunyai motivasi belajar dan berprestasi instrinsik yang kuat berbeda penenganannya dengan siswa yang bermotivasi belajar dan berprestasi ekstrinsiknya yang kuat. Di sisi lain faktor-faktor terjadinya penurunan motivasi belajar dan berprestasi juga turut  menentukan pemilihan upaya yang akan dilakukan.
            Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh guru membangkitkan motivasi belajar siswa, baik motivasi instrinsik maupun ekstrinsik antara lain dengan cara:
1.      Memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi.
2.      Adanya persaingan atau kompetisi di dalam kelas.
3.      Pemberian hadiah atau pujian terhadap siswa-siswa yang memiliki prestasi baik dan memberikan hukuman kepada siswa yang prestasinya mengalami penurunan.
4.      Adanya pemberitahuan tentang kemujan belajar siswa.
Dengan mengetahui hasil pekerjaan maka siswa akan terdorong untuk lebih giat belajar, apabila jika hasil yang diperoleh menunjukkan kemajuan.
1.      Ego involvement.
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimenya sebagai tantangan.
1.      Pemberian ulangan.
Guru harus memberitahukan terlebih dahulu jika akan diadakan ulangan karena siswa akan lebih giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan.
1.      Adanya hasrat untuk belajar.
Hasrat untuk belajar berarti kemauan yang timbul pada diri anak didik untuk belajar, sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
1.      Minat.
Minat merupakan alat pokok dalam rangka memotivasi siswa. Cara yang bisa diambil oleh guru untuk membangkitkan minat belajar siswa menurut Sardiman (2006) adalah membangkitkan adanya kebutuhan, menghubungkan materi dengan keadaan sebenarnya, serta menggunakan berbagai metode mengajar.
1.      Tujuan yang diakui.
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, merupakan alat motivasi yang sangat penting. Semua cara tersebut bisa adopsi oleh guru untuk menambah motivasi siswa agar meningkatkan hasil belajarnya.


2.      Retensi dalam Pembelajaran
Retensi adalah kemampuan untuk mengingat materi (seperti: konsep-konsep, teorema-teorema) yang telah dipelajari. Seperti ingatan, retensi sangat menentukan hasil yang diperoleh siswa dalam proses belajarnya. Menurut penelitian, retensi terhadap rumus-rumus matematika memerlukan rangkuman. Dengan demikian untuk mengenalkan materi matematika yang baru, perlu diberikan rangkuman materi yang telah dipelajari yang menjadi dasar untuk mempelajari materi yang baru.
Apabila seseorang belajar, maka setelah beberapa waktu lamanya apa yang dipelajarinya akan banyak yang terlupakan dan apa yang diingat akan berkurang jumlahnya. Penurunan jumlah materi yang diingat ini akan sangat cepat pada permulaan, selanjutnya penurunan tersebut tidak lagi cepat. 
Hasil penelitian yang lain mengenai retensi menunjukkan:
*      Materi pelajaran yang bermakna akan lebih mudah diingat siswa dibandingkan dengan materi yang tidak bermakna.
*      Benda yang jelas dan kongkret akan lebih mudah diingat siswa dibanding dengan yang bersifat abstrak.
*      Retensi akan lebih baik untuk materi yang bersifat kontekstual.
*      Tingkat IQ tidak berkorelasi dengan retensi yang telah dipelajari siswa.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu : 1)  yang dipelajari pada permulaan (original learning), 2) belajar melebihi penguasaan (overlearning), dan 3) pengulangan dengan interval waktu (spaced review). Strategi berikut dapat dipakai guru untuk meningkatkan retensi siswa, yatu:
a.       Meyakini bahwa kekompleksan respons yang diinginkan masih berada dalam batas kemampuan siswa, dan masih berkisar pada apa yang telah dipelajari sebelumnya, ter-utama dalam pendekatan pembelajaran konstruktivisme.
b.      Memberikan latihan-latihan, baik yang dikerjakan secara kelompok maupun yang dikerjakan secara individu,  apabila respons akan dipengaruhi oleh transfer positif.
c.       Membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik (misalnya: dengan menyertakan kompetensi yang diharapkan dan pendekatan pembelajarannya), sehingga siswa dapat mempelajari respons diskriminatif yang diinginkan.
d.      Membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna, dengan memilih model pembelajaran yang cocok.
e.       Memberikan penguatan terhadap respons siswa, misalnya dengan soal-soal yang “menantang,” apabila dirasa perlu.
f.       Memberikan latihan dan mengulang secara periodik (urutan waktu) dan sistematik (struktur keilmuan dan tingkat kesukarannya).
g.      Memberikan situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar materi baru, tetapi juga diharuskan mengingat kembali pelajaran yang telah diberikan sebelumnya.
h.      Mencari peluang-peluang yang terdapat di dalam situasi belajar baru, dan menghubungkannya dengan apa yang pernah dipelajari sebelumnya.
i.        Mengusahakan agar materi/bahan ajar yang dipelajari bermakna dan disusun dengan baik, misalnya dengan memberikan persoalan matematika yang kontekstual.
j.        Memakai bantuan jembatan keledai (mnemonic), karena ini akan meningkatkan organisasi bahan ajar yang dipelajari,
k.      Memberikan resitasi karena ini akan meningkatkan praktik siswa,
l.        Membangun struktur konsep yang jelas, misalnya dengan menggunakan alat peraga atau media audiovisual. Dengan kata lain, perlu digunakan lebih dari satu indera di dalam aktivitas belajar siswa.
2.      Transfer Pembelajaran
Istilah transfer belajar berasal dari bahasa inggris “transfer of learning” dan berarti : pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari diluar lingkup pendidikan sekolah. Pemindahan atau pengalihan ini menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatau bidang atau situasi diluar lingkup bidang studi dimana hasil itu mula-mula diperoleh. Misalnya, hasil belajar bidang studi geografi, digunakan dalam mempelajari bidang studi ekonomi; hasil belejar dicabang olahraga main bola tangan, digunakan dalam belajar main basket; hasil belajar dibidang fisika dan kimia, digunakan dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hasil studi yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa pengetahuan (informasi verbal), kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, ketrampilan motorik dan sikap. Berkat pemindahan dan pengalihan hasil belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam mempelajari sesuatu dibidang studi yang lain.
Transfer belajar terjadi apabila seseorang dapat menerapkan  sebagian atau semua kecakapan-kecakapan yang telah dielajarinya ke dalam situasi lain yang tertentu. Beberapa contoh sebagai penjelasan, seseorang yang telah dapat menguasai bahasa Belanda umpamanya, ia akan lebih mudah dan cepat mempelajari bahasa Jerman. Kecakapan dan pengetahuan tentang gramatika dan idiom serta susunan kata-kata dalam bahasa Belanda memudahkan orang itu untuk mempelajari bahasa Jerman. Sesorang yang telah dapat mengedarai seperti motor lebih mudah jika ia belajar mengendarai mobil. Pengtahuan dan kecakapannya mengendarai sepeda motor diterapkan atau ditransferkan kepada kecakapan mengendarai mobil.
Demikianlah kita dapat mengatakan transfer belajar apabila yang telah kita pelajari dapat dipergunakan  untuk memperlajari yang lain. Biasanya transfer ini terjadi karena adanya persamaan sifat antara yang lama dengan yang baru, meskipun tidak benar-benar sama. Akan tetapi, tidak selamanya transfer itu terjadi dengan baik seperti yang telah diuraikan di atas. transfer dalam belajar ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Transfer belajar disebut posiif jika pengalaman-pengalaman atau kecakapan-kecakapan yang telah dipelajari dapat diterapkan untuk mempelajari situasi yang batu. Atau dengan kata lain, respons yang lama dapat memudahkan untutuk menerima stimulus yang batu. Disebut transfer negatif jika pengalaman atau kecakpan yang lama menghambat untuk menerima pelajaran atau kecakapan yang baru. Seperti contoh berikut, seseorang yang telah biasa mengetik denggan dua jari, jika ia akan belajar mengetik dengan sepuluh jari tanpa melihat, akan lebih banyak mengalami kesukaran daripada seseorang yang baru belajar mengetik.  Contoh lain, seorang guru yang berusaha memperbaiki/ mengajar membaca anak-anak yang telah gagal diajar oleh guru lain dengan suatu metode, akan banyak mengalami kesukaran dan memakan waktu yang lebih lama, daripada mengajar anak-anak yang baru saja belajar membaca.
Teori Daya dan Transfer
Ada suatu teori yang erat hubungannya dengan transfer belajar, yaitu teori daya. Teori ini bertitik tolak dari pandangan ilmu jiwa bahwa jiwa itu terdiri atas gejala-gejala atau daya-daya jiwa, seperti: daya mengamati, daya ingatan, daya berfikir, daya perasaan, daya kemauan, dan sebaginya. Menurut teori  daya (biasa disebut juga “formal dicipline”), daya-daya jiwa yang ada pada manusia itu dapat dilatih. Dan setelah terlatih dengan baik, daya-daya itu dapat digunakan pula untuk pekerjaan lain yang menggunakan daya tersebut. Dengan demikian terjadilah transfer belajar. Berikut ini contoh sebagai penjelasan, murid-murid dilatih belajar sejarah, dengan  memperlajari pelajaran sejarah secara tidak langsung daya ingatannya sering dipergunakan untuk mengingat-ingat bermacam-macam peristiwa, dan sebagainya. Ingatan anak itu makin terlatih dan makin baik terhadap pelajaran itu. Maka menurut pendapat teori daya, daya ingatan yang telah terlatih baik bagi pelajaran itu dapat digunakan pula (ditransferkan) kepada pekerjaan lain.
Demikianlah, menurut teori daya ada tiap matapelajaran disekolah pendidik perlu melatih daya-daya itu (daya ingatan, berfikir, merasakan, dan sebagainya), sehingga daya-daya yang sudah terlatih itu akan dapat digunakan dalam mata-mata pelajaran yang lain dan juga bagi pekerjaan-pekerjaan lain di luar sekolah. Sekolah yang menganut teori daya ini, sudah tentu lebih mengutamakan terlatihnya semua daya-daya jiwa anak-anak, daripada nilai atau kegunaan mata pelajaran. Berguna atau tidaknya materi/ isi mata pelajaran itu dalam praktek di kemudian hari, tidaklah menjadi soal. Yang penting, apapun yang diajarkan asalkan dapat melatih daya-daya jiwa adalah baik. Penganut teori daya beranggapan bahwa anak-anak yang pandai di sekolah sudah tentu akan pandai pula dalam masyarakat.
Akan tetapi teori daya terlalu mengganggap jiwa terdiri dari daya-daya yang terpisah-pisah satu sama lain. Sehingga dengan melatih masing-masing dari daya itu sendiri-sendiri mereka berharap telah dapat mendidik orang itu. Padahal jiwa ausia itu merupakan suatu kebulatan, daya-daya jiwa erat hubungannya satu sama lain, tidak dapat dipisah-pisahkan. Kebenaran yang lain ialah, teori daya terlalu mementingkan nilai formal dalam tiap-tiap mata pelajaran di sekolah. Nilai praktis dan nilai material dari mata pelajaran itu tidak dihuraukan. Pandangan inilah yang menimbulkan cara-cara mengajar yang bersifat verbalistis dan intelektualistis, yang hingga kini masih merajalela dalam duni apendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya.
Transfer dalam Belajar yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tatasusunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
Sementara itu Gagne seorang ahli psikologi pendidikan mengatakan bahwa transfer belajar dapat digolongkan dalam empat kategori yaitu :
1.      Transfer positif dapat terjadi dalam diri seseorang apabila guru membantu  si belajar untuk belajar dalam situasi tertentu dan akan memudahkan siswa untuk belajar dalam situasi-situasi lainnya. Transfer positif mempunyai pengaruh yang baik bagi siswa untuk mempelajari materi yang lain. Transfer positif mempunyai pengaruh yang baik bagi siswa.
2.      Transfer negatif dialami seseorang apabila si belajar dalam situasi tertentu memiliki pengaruh merusak terhadap ketrampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi yang lain. Sehubung dengan ini guru berupaya untuk menyadari dan menghindari siwa-siswanya dari situasi belajar tertentu yang dapat berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar dimasa depan.
3.      Transfer vertikal (tegak); terjadi dalam diri seseorang apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tsb. dalam menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya dengan menguasai materi tentang pembagian atau perkalian maka siswa akan lebih mudah mempelajari materi tentang pangkat. Agar memperoleh transfer vertikal ini guru dianjurkan untuk menjelaskan kepada siswa secara eksplisit mengenai manfaat materi yang diajarkan dan hubungannya dengan materi yang lain. Dengan mengetahui manfaat dari materi yang akan dipelajari dengan materi lain yang akan dipelajari di kelas yang lebih serius.
4.      Transfer lateral (ke arah samping) terjadi pada siswa bila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajari untuk mempelajari materi yang memiliki tingkat kesulitan yang sama dalam situasi lain. Dalam hal ini perubahan waktu dan tempat tidak mempengaruhi mutu hasil belajar siswa. Misalnya siswa telah mempelajari materi tentang tambahan, dengan menguasai materi tambahan maka siswa akan lebih mudah mempelajari materi yang lebih tinggi tingkat kesilitannya misalnya materi tentang pembagian. Contoh lainnya seorang siswa STM telah mempelajari tentang mesin, maka ia akan dengan mudah mempelajari teknologi mesin lain yang memiliki elemen dan tingkat kerumitan yang hampir sama.
Faktor – faktor Yang Berperan Dalam Transfer Belajar
Sudah tentu di sekolah diusahakan agar siswa belajar mengadakan transfer belajar positif, supaya siswa mampu menggunakan aneka hasil (yang diperoleh di bidang studi yang satu) di bidang studi lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Namun terjadinya transfer belajar positif tergantung dari beberapa faktor yaitu :
a.       Proses belajar. Transfer belajar baru dapat diharapkan terjadi setelah siswa mengolah materi pelajaran dengan sungguh-sungguh yaitu dalam rangka fase yang ketiga. Keberhasilan dalam pengolahan itu sendiri pun tergantung pada kesungguhan motivasi belajar (fase pertama) dan kadar konsentrasi terhadap unsur-unsur yang relevan (fase kedua).
b.      Hasil belajar. Ada aneka hasil belajar yang bersifat lebih terbatas dan karena itu kemungkinan untuk mengalihkannya ke bidang studi yang lain lebih terbatas, seperti informasi verbal dan ketrampilan motorik. Terdapat pula aneka hasil belajar yang mengandung kemungkinan untuk dialihkan secara lebih luas ke berbagai bidang studi, bahkan menjadi bekal untuk digunakan dalam banyak bidang kehidupan.
c.       Bahan atau materi dalam bidang studi, metode atau prosedur kerja yang diikuti dan sikap yang dibutuhkan dalam bidang studi. Transfer belajar mengandalkan adanya kesamaan, maka kesamaan antara daerah/ bidang studi atau antara bidang studi dan kehidupan sehari-hari itu secara nyata harus ada, entah menyangkut metode, materi, prosedur kerja atau sikap.
d.      Faktor-faktor subjektif di pihak siswa. Kemampuan mengolah berkaitan dengan kemampuan belajar, terutama komponen kemampuan intelektual tinggi, lebih mampu untuk mengolah secara mendalam dan secara lebih menyeluruh dan pada umumnya lebih mampu untuk melihat kemungkinan mengadakan transfer belajar.
e.       Sikap dan usaha guru. Apakah siswa berhasil dalam mengadakan transfer belajar, bila hal itu dimungkinkan, tergantung juga dari kesadaran dan usaha guru untuk mendampingi siswa dalam mengadakan transfer belajar.
Prinsip – prinsip Transfer Belajar
Adapun prinsip-prinsip transfer belajar (sehubungan dengan mengingat) menurut Klasmeier adalah sebagai berikut.
Generalisasi
1.    Mengarahkan energi sacara intensif pada suatu tujuan.
2.    Materi yang bermakna, yang berkaitan antara berbagai bagian dan yang mana individu dapat memasukannya dalam struktur kognitifnya yang siap dipelajari dan diingat.
3.    Penguat positif akan memapankan perilaku, dan dan karenanya memungkinkan terjadinya retensi.
4.    Latihan/praktek meningkatkan stabilitas dan kejelasan pengetahuan individu sehingga mengurangi kelupaan.
5.    Larangan yang pro-aktif dan retro-aktif serta kurangnya keterkaitan materi sebagai akibat retensi.
6.    Pengetahuan, sikap dan kemampuan yang digeneralisasikan siap dialihkan ke situasi yang baru.
7.    Sikap, pengetahuan, dan kemampuan individu yang umum dan inklusif dikembangkan melalui penerapan dan berbagai situasi.
8.    Sikap, pengetahuan, dan kemampuan akan mendapatkan organisasi yang mapan melalui pengalaman belajar yang produktif selama jangka waktu tertentu.

Prinsip
1.    Menanamkan kesungguhan pada anggota yang belajar.
2.    Membuat materi belajar menjadi bermakna.
3.    Memungkinkan terjadinya konsekuensi yang memuaskan terhadap respon-respon yang benar.
4.    Menyediakan latihan/praktek.
5.    Menghindari organisasi yang salah dan gangguan.
6.    Menekankan konsep konsep dan kemampuan-kemanpuan umum.
7.    Memungkinkan terjadinya aplikasi.
8.    Memungkinkan peningkatan belajar dan tindak lanjutnya.

Implikasi Transfer Pembelajaran Dalam Praksis Pembelajaran
Transfer positif, seperti yang telah diutarakan, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrerampilan yang telah ia pelajari di sekolah. Transfer positif dalam pengertian seperti inilah sebenarnya yang perlu diperhatikan guru, mengingat tujuan pendidikan secara umum adalah terciptanya sumber daya manusia berkualitas yang adaptif. Kualitas inilah yang seyogianya didapat dari lingkungan pendidikan untuk digunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, setiap lembaga  kependidikan terutama jenjang pendidikan menengah, perlu menyediakan kemudahan-kemudahan belajar, seperti alat-alat dan ruang kerja yang akan ditempati siswa kelak setelah lulus.
Sementara itu, menurut teori yang dikembangkan Thordike, transfer positif hanya akan terjadi apabila dua materi pelajaran memiliki kesamaan unsur. Hal-hal seperti kesamaan situasi dan benda-benda yang digunakan untuk belajar sebagaimana tersebut dalam teori Gagne, tidak dianggap berpengaruh. Untuk memperkuat asumsinya, Thordike memberi contoh, jika Anda telah memecahkan masalah geometri yang mengandung sejumlah huruf tertentu sebagai petunjuk, maka Anda tak akan dapat mentransfer kemampuan memecahkan masalah geometri itu untuk memecahkan masalah geometri lainnya yang menggunakan huruf yang berbeda.
Dalam perspektif psikologi kognitif masa kini, mekanisme transfer positif masih diragukan karena teori ini menganggap transfer sebagai peristiwa-peristiwa spontan dan mekanis seperti yang diyakini orang selama ini. Keraguan itu timbul karena para ahli kognitif telah banyak menemukan peristiwa transfer positif yang sangat mencolok antara kedua ketrampilan yang memiliki unsur yang sangat berbeda, namun memiliki struktur logika yang sama.
Berdasarkan hasil penelitian menurut perspektif kognitif transfer positif hanya akan terjadi pada diri seorang siswa apabila dua wilayah pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari siswa tersebut menggunakan dua fakta dan pola yang sama, dan membuahkan hasil yang sama pula. Dengan kata lain dua domain pengetahuan tersebut merupakan sebuah pengetahuan yang sama.
Ilustrasinya dapat digambarkan sebagai berikut. Orang yang menduga bahwa seorang siswa yang telah membaca kitab alquran akan secara otomatis mudah belajar bahasa arab karena ada kesamaan unsur (sama-sama bertulisan arab) perlu dipertanyakan. Namun seorang siswa yang pandai dalam seni baca alquran sangat mungkin dia belajar tarik suara karena dalam dua wilayah keterampilan itu terdapat kesamaan struktur logika yakni logika seni. Demikian pula halnya dengan siswa yang sudah menguasai bahasa dan sastra Indonesia, ia mungkin akan mudah sebagai seorang pengarang. Mudahnya siswa tersebut sebagai pengarang bukan akan adanya kesamaan unsur, melainkan karena antara penguasaan bahasa dan sastra dengan aktivitas mengarang itu terdapat hubungan yang muncul dari struktur logika yang sama.
Sesungguhnya transfer itu merupakan peristiwa kognitif yang terjadi karena belajar. Jadi belajar dalam hal ini seyogianya dipandang sebagai keadaan sebelum transfer atau prasyarat adanya transfer dengan demikian anggapan  bahwa transfer itu spontan dan mekanis sebenarnya berlawanan dengan hakikat belajar itu sendiri, yakni perbuatan siswa yang sedikit atau banyak selalu melibatkan aktivitas kognitif. Sementara untuk kasus transfer negatif menurut Andersen dan Lawson (dalam Syah, 2002) tak perlu dirisaukan karena jarang terjadi. Kesulitan belajar siswa yang terjadi selama ini diduga karena transfer negatif sebenarnya memerlukan penelitian lebih lanjut. Sebab selama ini gangguan konflik antar ingatan fakta dalam memori manusia hampir tak pernah terjadi atau mengganggu perolehan keterampilan baru. Sehingga kesulitan belajar yang dialami siswa mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti faktor intern siswa dan ekstern siswa (misalnya, labilnya emosi,  gangguan alat indra, dan lingkungan belajarnya).
Terdapat peristiwa belajar yang secara lahiriah tampak seperti transfer tetapi sesungguhnya bukan. Contoh-contoh ini penting untuk diketahui agar siswa dan guru tidak terkecoh oleh timbulnya sesuatu yang baru dan baik sebagai sesuatu yang sedang diharapkan yakni transfer positif. Pertama, seorang siswa yang berkemampuan menulis dengan menggunakan tangan kanan lalu suatu saat dia mampu juga menulis dengan tangan kirinya. Atau kejadian lain seperti seorang siswa memantul-mantulkan bola dengan tangan kanannya kemudian siswa itu juga mampu memantul-mantulkan bola dengan tangan kirinya walaupun tanpa latihan. Peristiwa seperti ini tampaknya seperti transfer karena kemampuan tangan kanan seakan-akan memberi pengaruh tangan kirinya, padahal peristiwa tersebut bukan transfer. Peristiwa-peristiwa tadi hanya merupakan bukti bahwa perilaku belajar itu bersifat organik yakni melibatkan semua organ-organ tubuh, termasuk organ otak, meskipun siswa tadi tidak tampak memikirkan bagaimana cara memantukan bola dengan tangan kirinya. Peristiwa yang tampak seperti yang tampak tadi lazim disebut cross education.
Kedua, seorang anak SD yang mengenal huruf “u” dalam kata “gula” suatu saat dapat pula mengenal huruf tersebut dalam kata “guru” atau “madu” dan sebagainya. Kasus yang terjadi pada anak tadi bukan transfer, melainkan peristiwa penerapan hasil belajar perseptual saja.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar