1.
Motivasi
Belajar
“Menurut
koeswara, motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan
perilaku manusia, termasuk didalamnya perilaku belajar” (Dr. Dimyati dan Drs.
Mudjiono,2009:80) dengan adanya motivasi, manusia akan bergerak dan mengarah
pada hal yang menjadikan motivasi itu terealisasi.
Motivasi muncul ketika manusia dituntut untuk
memenuhi kebutuhannya . Moslow membagi kebutuhan menjadi 5 yaitu kebutuhan
fisiologis, perasaan, sosial, prestasi dan aktualisasi diri. kebutuhan
fisiologis adalah kebutuhan yang primer seperti sandang, pangan, papan. Dengan
adanya kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi itu. Manusia termotivasi untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Dan kebanyakan orang beanggapan bahwa kebutuhan
itu dapat diperoleh dengan jalan bekerja, namun sebelum bekerja, manusia
dituntut untuk belajar agar nantinya dapat di terima bekerja. Inilah salah satu
contoh pentingnya motivasi terhadap proses belajar.
Pentingnya
motivasi belajar untuk siswa adalah:
·
Menyadarkan kedudukan pada awal
belajar,proses, dan hasil akhir. Contohnya dua siswa yang sama-sama membaca
buku, salah satu siswa telah faham dan yang satu belum, maka siswa yang belum
faham itu akan terdorong untuk belajar.
·
Menginformasikan tentang usaha belajar,
·
Mengarahkan kegiatan belajar.
·
Membesarkan semangat belajar,
·
Menyadarkan tentang perjalanan belajar
kemudian bekerja.
Dengan mengetahui pentingnya motivasi dalam belajar,
diharapkan siswa bisa mencari apakah motivasi yang baik di pegang agar proses
belajar menjadi maksimal.guru hendaknya juga memberikan motivasi melalui
ceramah dan juga cerita orang-orang yang telah sukses agar siswanya terpacu dan
menjadikannya sebagai motivasi.
Motivasi sendiri dibedakan menjadi dua jenis yaitu
motivasi primer dan motivasi skunder.
ü Motivasi
primer didasarkan pada motif dasar yang berasal dari segi biologis, sehingga
perilakunya terpengaruh dalam insting. Motivasi primer ini yang berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan jasmani seperti makan, minum,rasa ingin tahu, ingin
perasaan aman dan masih banyak lagi. Motivasi primer ini diperlukan siswa agar
untuk meningkatkan belajarnya. Dalam motivasi primer ini terdapat contoh
motivasi karena rasa ingin tahu. Setelah siswa memiliki motivasi ini, mereka
akan menggali potensi lewat belajar.
ü Motivasi
yang kedua adalah motivasi skunder, motivasi ini cakupannya sudah luas dan
berhubungan dengan sosial, motivasi ini contohnya seseorang ingin bekerja dan
mendapatkan banyak uang. Maka diperlukan skill khusus agar dapat memperoleh
uang dari hasil bekerja itu. Dan semuanya akan didapatkan melalui proses
belajar. Karena dalam proses belajar, terdapat pengembangan kemampuan
kogitif,afektif dan psikomotorik, yang sangat di perlukan untuk memenuhi
motivasi skunder ini.
Motivasi dapat bersumber dari dalam diri sendiri
(internal) dan dari luar (eksternal)”) contoh dari motivasi internal adalah
anak yang gemar membaca, tanpa disuruhpun ada kesadaran sendiri pada dirinya
untuk membaca. Sedangkan contoh dari eksternal adalah siswa selalu disiplin
karena takut terhadap peraturan sekolah. Motivasi internal lebih awet dari pada
eksternal, karena internal datang dari diri sendiri sedang eksternal datang
karena perasaan takut akan sesuatu, atau mengharap pujian orang lain.
Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar
adalah cita-cita siswa,kemampuan siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan
siswa, unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran, dan upaya guru. Apabila
siswa mulai lelah dalam belajar upaya meningkatkan motivasi belajar yaitu
optimalisasi penerapan prinsip belajar, guru mengajak siswa kembali berfikir
tentang arti pentingnya belajar, jika semulamereka hanya bermain-main saja,
guru memberikan pengertian tentang apakah prinsip belajar yang seutuhnya, yang
kedua optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran dengan cara menjauhi
hal-hal yang bisa mengurangi konsentrasi belajar seperti tayangan televisi dan
teman sepermainan yang bisa membawa efek negatif dalam proses belajarnya, yang
ketiga adalah optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa dan yang
terakhir adalah pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar, jika guru mampu
memberikan sugesti kepada siswanya tentang pentingnya meraih cita-cita, siswa
yang mulanya menurun belajarnya, akan termoivasi untuk bangkit dan berusaha
mencapai cita-cita yang diharapkan.
A.
Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi
belajar pada dasarnya merupakan bagian dari motivasi secara umum. Dalam
kegiatan belajar mengajar dikenal adanya motivasi belajar yaitu motivasi yang
ada dalam dunia pendidikan atau motivasi yang dimiliki peserta didik (siswa).
Sardiman (2006) mengemukakan bahwa “motif” dapat dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas tertentu
demi mencapai tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern
(kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” maka motivasi dapat diartikan
sebagai daya penggerak yang telah aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat
tertentu, terutama bila keinginan untuk mencapai kebutuhan sangat kuat. Selain
itu, menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) motivasi belajar merupakan kekuatan
mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Nasution ( dalam Rohani, 2004)
menyatakan motivasi peserta didik (siswa) adalah menciptakan kondisi sedemikian
rupa sehingga siswa mau melakukan apa yang dapat dilakukannya.
Menurut Winkel (2005) “Motivasi belajar ialah
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada
kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar memegang
peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat dalam belajar, sehingga
siswa yang bermotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan
belajar”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa motivasi
belajar adalah suatu penggerak yang timbul dari kekuatan mental diri peserta
didik maupun dari penciptaan kondisi belajar sedemikian rupa untuk mencapai
tujuan-tujuan belajar itu sendiri.
B.
Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi belajar dianggap penting di dalam proses
belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya.
Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar mendorong timbulnya tingkah laku dan
mempengaruhi serta mengubah tingkah laku siswa. Menurut Sardiman (2001)
mengemukakan tiga fungsi motivasi yaitu:
1)
Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan.
Tanpa
motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan. Motivasi dalam hal ini merupakan
motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2)
Motivasi berfungsi sebagai pengarah.
Artinya
motivasi mengarahkan perubahan untuk mencapai yang diinginkan. Dengan
demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuannya.
3)
Motivasi berfungsi sebagai penggerak.
Artinya
mengerakkan tingkah laku seseorang. Selain itu, motivasi belajar berfungsi
sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi.
C.
Jenis-jenis Motivasi
Secara
umum, motivasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu motivasi instrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
1)
Motivasi Instrinsik
Hamalik (2004) berpendapat bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang
tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan
siswa sendiri. Sedangkan menurut Sardiman (2006) motivasi instrinsik adalah
motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar
karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Dengan kata lain, individu terdorong untuk bertingkah laku ke arah tujuan
tetentu tanpa adanya faktor pendorong dari luar. Berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut di atas dapat dikatakan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang
tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan
siswa sendiri atau dengan kata lain motivasi instrinsik tudak memerlukan
rangsangan dari luar tetapi berasal dari diri siswa.
Siswa yang termotivasi secara instrinsik dapat terlihat dari kegiatannya yang
tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar karena bituh dan ingin mencapai
tujuan belajar yang sebenarnya. Dengan kata lain, motivasi instrinsik dilihat
dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan adalah ingin mencapai tujuan yang
terkandung di dalam perbuatan itu sendiri (Sardiman, 2001). Siswa yang memiliki
motivasi instrinsik menunjukkan keterlibatan dan aktivitas yang tinggi dalam
belajar.
Motivasi dalam diri merupakan keinginan dasar yang mendorong individu mencapai
berbagai pemenuhan segala kebutuhan diri sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan
dasar siswa, guru memanfaatkan dorongan keingintahuan siswa yang bersifat
alamiah dengan jalan menyajikan materi yang cocok dan bermakna bagi siswa. Menurut
Usman (2005) motivasi instrinsik timbul sebagai akibat dari dalam diri individu
sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain tetapi atas kemauan sendiri.
Pada dasarnya siswa belajar didorong oleh keinginan sendiri maka siswa secara
mandiri dapat menentukan tujuan yang dapat dicapainya dan
aktivitas-aktivitasnya yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan belajar.
seseorang mempunyai motivasi instrinsik karena didorong rasa ingin tahu,
mencapai tujuan menambah pengetahuan. Dengan kata lain, motivasi instrinsik
bersumber pada kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang
terdidik dan berpengetahuan. Motivasi instrinsik muncul dari kesadaran diri
sendiri, bukan karena ingin mendapat pujian atau ganjaran.
Guru dapat menggunakan beberapa strategi dalam pembelajaran agar siswa
termotivasi secara instrinsik, yaitu:
1. Mengaitkan
tujuan belajar dengan tujuan siswa sehingga tujuan belajar menjadi tujuan siswa
atau sama dengan tujuan siswa.
2. Memberi
kebebasan kepada siswa untuk memperluas kegiatan dan materi belajar selama
masih dalam batas-batas daerah belajar yang pokok.
3. Memberikan
waktu ekstra yang cukup banyak bagi siswa untuk mengembangkan tugas-tugas
mereka dan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di sekolah.
4. Kadang
kala memberikan penghargaan atas pekerjaan siswa.
5. Meminta
siswa-siswanya untuk menjelaskan dan membacakan tugas-tugas yang mereka buat,
kalau mereka ingin melakukannya. Hal ini perlu dilakukan terutama sekali
terhadap tugas yang bukan merupakan tugas pokok yang harus dikerjakan oleh
siswa, kalau tugas dikerjakan dengan baik.
2)
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik berbeda dari motivasi instrinsik karena dalam motivasi ini
keinginan siswa untuk belajar sangat dipengaruhi oleh adanya dorongan atau
rangsangan dari luar. Dorongan dari luar tersebut dapat berupa pujian, celaan,
hadiah, hukuman dan teguran dari guru. Menurut Sardiman (2006) motivasi
ekstrinsik adalah “motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya
rangsangan atau dorongan dari luar”. Bagian yang terpenting dari motivasi ini
bukanlah tujuan belajar untuk mengetahui sesuatu tetapi ingin mendapatkan nilai
yang baik, sehingga mendapatkan hadiah.
Motivasi instrinsik juga diperlukan dalam kegiatan belajar karena tidak semua
siswa memiliki motivasi yang kuat dari dalam dirinya untuk belajar. Guru sangat
berperan dalam rangka menumbuhkan motivasi ekstrinsik. Pemberian motivasi
ekstrinsik harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa, karena jika siswa
diberikan motivasi ekstrinsik secara berlebihan maka motivasi instrinsik yang
sudah ada dalam diri siswa akan hilang. Motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan
motivasi instrinsik, sehingga motivasi ekstrinsik sangat diperlukan dalam
pembelajaran.
Dimyanti (2006) mengemukakan bahwa motivasi ekstrinsik dapat berubah menjadi
motivasi instrinsik jika siswa menyadari pentingnya belajar. Motivasi
ekstrinsik juga sangat diperlukan oleh siswa dalam pembelajaran karena adanya
kemungkianan perubahan keadaan siswa dan juga faktor lain seperti kurang
meneriknya proses belajar mengajar bagi siswa. Motivasi ekstrinsik dan
instrinsik harus saling menambah dan memperkuat sehingga individu dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
D.
Cara Membangkitkan Motivasi Belajar
Upaya-upaya peningkatan motivasi belajar siswa dilakukan oleh guru dengan
menggunakan berbagai cara. Pemilihan cara membangkitkan motivasi belajar siswa
harus disesuaikan dengan karakteristik siswa dan juga mata pelajaran yang
sedang diajarkan oleh guru. Siswa yang mempunyai motivasi belajar dan
berprestasi instrinsik yang kuat berbeda penenganannya dengan siswa yang
bermotivasi belajar dan berprestasi ekstrinsiknya yang kuat. Di sisi lain
faktor-faktor terjadinya penurunan motivasi belajar dan berprestasi juga
turut menentukan pemilihan upaya yang akan dilakukan.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh guru membangkitkan motivasi belajar
siswa, baik motivasi instrinsik maupun ekstrinsik antara lain dengan cara:
1. Memberikan
penghargaan kepada siswa yang berprestasi.
2. Adanya
persaingan atau kompetisi di dalam kelas.
3. Pemberian
hadiah atau pujian terhadap siswa-siswa yang memiliki prestasi baik dan
memberikan hukuman kepada siswa yang prestasinya mengalami penurunan.
4. Adanya
pemberitahuan tentang kemujan belajar siswa.
Dengan
mengetahui hasil pekerjaan maka siswa akan terdorong untuk lebih giat belajar,
apabila jika hasil yang diperoleh menunjukkan kemajuan.
1. Ego
involvement.
Menumbuhkan
kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimenya sebagai
tantangan.
1. Pemberian
ulangan.
Guru
harus memberitahukan terlebih dahulu jika akan diadakan ulangan karena siswa
akan lebih giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan.
1. Adanya
hasrat untuk belajar.
Hasrat
untuk belajar berarti kemauan yang timbul pada diri anak didik untuk belajar,
sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
1. Minat.
Minat
merupakan alat pokok dalam rangka memotivasi siswa. Cara yang bisa diambil oleh
guru untuk membangkitkan minat belajar siswa menurut Sardiman (2006) adalah
membangkitkan adanya kebutuhan, menghubungkan materi dengan keadaan sebenarnya,
serta menggunakan berbagai metode mengajar.
1. Tujuan
yang diakui.
Rumusan
tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, merupakan alat motivasi yang
sangat penting. Semua cara tersebut bisa adopsi oleh guru untuk menambah
motivasi siswa agar meningkatkan hasil belajarnya.
2.
Retensi
dalam Pembelajaran
Retensi adalah kemampuan
untuk mengingat materi (seperti: konsep-konsep, teorema-teorema) yang telah
dipelajari. Seperti ingatan, retensi sangat menentukan hasil yang diperoleh
siswa dalam proses belajarnya. Menurut penelitian, retensi terhadap rumus-rumus
matematika memerlukan rangkuman. Dengan demikian untuk mengenalkan materi
matematika yang baru, perlu diberikan rangkuman materi yang telah dipelajari
yang menjadi dasar untuk mempelajari materi yang baru.
Apabila seseorang
belajar, maka setelah beberapa waktu lamanya apa yang dipelajarinya akan banyak
yang terlupakan dan apa yang diingat akan berkurang jumlahnya. Penurunan jumlah
materi yang diingat ini akan sangat cepat pada permulaan, selanjutnya penurunan
tersebut tidak lagi cepat.
Hasil penelitian yang lain mengenai retensi
menunjukkan:
Ada tiga faktor yang
mempengaruhi retensi, yaitu : 1) yang dipelajari pada permulaan (original
learning), 2) belajar melebihi penguasaan (overlearning), dan 3)
pengulangan dengan interval waktu (spaced review). Strategi berikut
dapat dipakai guru untuk meningkatkan retensi siswa, yatu:
a.
Meyakini bahwa
kekompleksan respons yang diinginkan masih berada dalam batas kemampuan siswa,
dan masih berkisar pada apa yang telah dipelajari sebelumnya, ter-utama dalam
pendekatan pembelajaran konstruktivisme.
b.
Memberikan
latihan-latihan, baik yang dikerjakan secara kelompok maupun yang dikerjakan
secara individu, apabila respons akan dipengaruhi oleh transfer positif.
c.
Membuat situasi
belajar yang jelas dan spesifik (misalnya: dengan menyertakan kompetensi yang
diharapkan dan pendekatan pembelajarannya), sehingga siswa dapat mempelajari
respons diskriminatif yang diinginkan.
d.
Membuat situasi
belajar yang relevan dan bermakna, dengan memilih model pembelajaran yang
cocok.
e.
Memberikan
penguatan terhadap respons siswa, misalnya dengan soal-soal yang “menantang,”
apabila dirasa perlu.
f.
Memberikan
latihan dan mengulang secara periodik (urutan waktu) dan sistematik (struktur
keilmuan dan tingkat kesukarannya).
g.
Memberikan
situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar materi baru, tetapi
juga diharuskan mengingat kembali pelajaran yang telah diberikan sebelumnya.
h.
Mencari
peluang-peluang yang terdapat di dalam situasi belajar baru, dan
menghubungkannya dengan apa yang pernah dipelajari sebelumnya.
i.
Mengusahakan
agar materi/bahan ajar yang dipelajari bermakna dan disusun dengan baik,
misalnya dengan memberikan persoalan matematika yang kontekstual.
j.
Memakai bantuan
jembatan keledai (mnemonic), karena ini akan meningkatkan organisasi
bahan ajar yang dipelajari,
k.
Memberikan
resitasi karena ini akan meningkatkan praktik siswa,
l.
Membangun
struktur konsep yang jelas, misalnya dengan menggunakan alat peraga atau media
audiovisual. Dengan kata lain, perlu digunakan lebih dari satu indera di dalam
aktivitas belajar siswa.
2. Transfer
Pembelajaran
Istilah transfer belajar berasal dari bahasa inggris
“transfer of learning” dan berarti : pemindahan atau pengalihan hasil belajar
yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke
kehidupan sehari-hari diluar lingkup pendidikan sekolah. Pemindahan atau
pengalihan ini menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh,
digunakan di suatau bidang atau situasi diluar lingkup bidang studi dimana
hasil itu mula-mula diperoleh. Misalnya, hasil belajar bidang studi geografi,
digunakan dalam mempelajari bidang studi ekonomi; hasil belejar dicabang
olahraga main bola tangan, digunakan dalam belajar main basket; hasil belajar
dibidang fisika dan kimia, digunakan dalam mengatur kehidupan sehari-hari.
Hasil studi yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa pengetahuan
(informasi verbal), kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif,
ketrampilan motorik dan sikap. Berkat pemindahan dan pengalihan hasil belajar
itu, seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam mempelajari sesuatu
dibidang studi yang lain.
Transfer belajar terjadi apabila seseorang dapat
menerapkan sebagian atau semua kecakapan-kecakapan yang telah
dielajarinya ke dalam situasi lain yang tertentu. Beberapa contoh sebagai
penjelasan, seseorang yang telah dapat menguasai bahasa Belanda umpamanya, ia
akan lebih mudah dan cepat mempelajari bahasa Jerman. Kecakapan dan pengetahuan
tentang gramatika dan idiom serta susunan kata-kata dalam bahasa Belanda
memudahkan orang itu untuk mempelajari bahasa Jerman. Sesorang yang telah dapat
mengedarai seperti motor lebih mudah jika ia belajar mengendarai mobil.
Pengtahuan dan kecakapannya mengendarai sepeda motor diterapkan atau
ditransferkan kepada kecakapan mengendarai mobil.
Demikianlah kita dapat mengatakan transfer belajar
apabila yang telah kita pelajari dapat dipergunakan untuk memperlajari
yang lain. Biasanya transfer ini terjadi karena adanya persamaan sifat antara
yang lama dengan yang baru, meskipun tidak benar-benar sama. Akan tetapi, tidak
selamanya transfer itu terjadi dengan baik seperti yang telah diuraikan di
atas. transfer dalam belajar ada yang bersifat positif dan ada yang negatif.
Transfer belajar disebut posiif jika pengalaman-pengalaman atau
kecakapan-kecakapan yang telah dipelajari dapat diterapkan untuk mempelajari
situasi yang batu. Atau dengan kata lain, respons yang lama dapat memudahkan
untutuk menerima stimulus yang batu. Disebut transfer negatif jika pengalaman
atau kecakpan yang lama menghambat untuk menerima pelajaran atau kecakapan yang
baru. Seperti contoh berikut, seseorang yang telah biasa mengetik denggan dua
jari, jika ia akan belajar mengetik dengan sepuluh jari tanpa melihat, akan
lebih banyak mengalami kesukaran daripada seseorang yang baru belajar
mengetik. Contoh lain, seorang guru yang berusaha memperbaiki/ mengajar
membaca anak-anak yang telah gagal diajar oleh guru lain dengan suatu metode,
akan banyak mengalami kesukaran dan memakan waktu yang lebih lama, daripada
mengajar anak-anak yang baru saja belajar membaca.
Teori Daya dan Transfer
Ada suatu teori yang erat hubungannya dengan
transfer belajar, yaitu teori daya. Teori ini bertitik tolak dari pandangan
ilmu jiwa bahwa jiwa itu terdiri atas gejala-gejala atau daya-daya jiwa,
seperti: daya mengamati, daya ingatan, daya berfikir, daya perasaan, daya
kemauan, dan sebaginya. Menurut teori daya (biasa disebut juga “formal
dicipline”), daya-daya jiwa yang ada pada manusia itu dapat dilatih. Dan
setelah terlatih dengan baik, daya-daya itu dapat digunakan pula untuk
pekerjaan lain yang menggunakan daya tersebut. Dengan demikian terjadilah
transfer belajar. Berikut ini contoh sebagai penjelasan, murid-murid dilatih
belajar sejarah, dengan memperlajari pelajaran sejarah secara tidak
langsung daya ingatannya sering dipergunakan untuk mengingat-ingat
bermacam-macam peristiwa, dan sebagainya. Ingatan anak itu makin terlatih dan
makin baik terhadap pelajaran itu. Maka menurut pendapat teori daya, daya
ingatan yang telah terlatih baik bagi pelajaran itu dapat digunakan pula
(ditransferkan) kepada pekerjaan lain.
Demikianlah, menurut teori daya ada tiap
matapelajaran disekolah pendidik perlu melatih daya-daya itu (daya ingatan, berfikir,
merasakan, dan sebagainya), sehingga daya-daya yang sudah terlatih itu akan
dapat digunakan dalam mata-mata pelajaran yang lain dan juga bagi
pekerjaan-pekerjaan lain di luar sekolah. Sekolah yang menganut teori daya ini,
sudah tentu lebih mengutamakan terlatihnya semua daya-daya jiwa anak-anak,
daripada nilai atau kegunaan mata pelajaran. Berguna atau tidaknya materi/ isi
mata pelajaran itu dalam praktek di kemudian hari, tidaklah menjadi soal. Yang
penting, apapun yang diajarkan asalkan dapat melatih daya-daya jiwa adalah
baik. Penganut teori daya beranggapan bahwa anak-anak yang pandai di sekolah
sudah tentu akan pandai pula dalam masyarakat.
Akan
tetapi teori daya terlalu mengganggap jiwa terdiri dari daya-daya yang
terpisah-pisah satu sama lain. Sehingga dengan melatih masing-masing dari daya
itu sendiri-sendiri mereka berharap telah dapat mendidik orang itu. Padahal
jiwa ausia itu merupakan suatu kebulatan, daya-daya jiwa erat hubungannya satu
sama lain, tidak dapat dipisah-pisahkan. Kebenaran yang lain ialah, teori daya
terlalu mementingkan nilai formal dalam tiap-tiap mata pelajaran di sekolah.
Nilai praktis dan nilai material dari mata pelajaran itu tidak dihuraukan.
Pandangan inilah yang menimbulkan cara-cara mengajar yang bersifat verbalistis
dan intelektualistis, yang hingga kini masih merajalela dalam duni apendidikan
di sekolah-sekolah kita pada umumnya.
Transfer dalam Belajar yaitu pemindahan pola-pola
perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan
Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari
suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam
situasi konfigurasi lain dalam tatasusunan yang tepat. Judd menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan
kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar
akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari
suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain.
Sementara itu Gagne seorang ahli psikologi
pendidikan mengatakan bahwa transfer belajar dapat digolongkan dalam empat
kategori yaitu :
1. Transfer
positif dapat terjadi dalam diri seseorang apabila guru membantu si
belajar untuk belajar dalam situasi tertentu dan akan memudahkan siswa untuk
belajar dalam situasi-situasi lainnya. Transfer positif mempunyai pengaruh yang
baik bagi siswa untuk mempelajari materi yang lain. Transfer positif mempunyai
pengaruh yang baik bagi siswa.
2. Transfer
negatif dialami seseorang apabila si belajar dalam situasi tertentu memiliki
pengaruh merusak terhadap ketrampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi
yang lain. Sehubung dengan ini guru berupaya untuk menyadari dan menghindari
siwa-siswanya dari situasi belajar tertentu yang dapat berpengaruh negatif
terhadap kegiatan belajar dimasa depan.
3. Transfer
vertikal (tegak); terjadi dalam diri seseorang apabila pelajaran yang telah
dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tsb. dalam menguasai
pengetahuan atau ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya dengan
menguasai materi tentang pembagian atau perkalian maka siswa akan lebih mudah
mempelajari materi tentang pangkat. Agar memperoleh transfer vertikal ini guru
dianjurkan untuk menjelaskan kepada siswa secara eksplisit mengenai manfaat
materi yang diajarkan dan hubungannya dengan materi yang lain. Dengan
mengetahui manfaat dari materi yang akan dipelajari dengan materi lain yang
akan dipelajari di kelas yang lebih serius.
4. Transfer
lateral (ke arah samping) terjadi pada siswa bila ia mampu menggunakan materi
yang telah dipelajari untuk mempelajari materi yang memiliki tingkat kesulitan
yang sama dalam situasi lain. Dalam hal ini perubahan waktu dan tempat tidak
mempengaruhi mutu hasil belajar siswa. Misalnya siswa telah mempelajari materi
tentang tambahan, dengan menguasai materi tambahan maka siswa akan lebih mudah
mempelajari materi yang lebih tinggi tingkat kesilitannya misalnya materi
tentang pembagian. Contoh lainnya seorang siswa STM telah mempelajari tentang
mesin, maka ia akan dengan mudah mempelajari teknologi mesin lain yang memiliki
elemen dan tingkat kerumitan yang hampir sama.
Faktor – faktor Yang Berperan Dalam
Transfer Belajar
Sudah tentu di sekolah diusahakan agar siswa belajar
mengadakan transfer belajar positif, supaya siswa mampu menggunakan aneka hasil
(yang diperoleh di bidang studi yang satu) di bidang studi lain atau dalam
kehidupan sehari-hari. Namun terjadinya transfer belajar positif tergantung
dari beberapa faktor yaitu :
a. Proses
belajar. Transfer belajar baru dapat diharapkan terjadi setelah siswa mengolah
materi pelajaran dengan sungguh-sungguh yaitu dalam rangka fase yang ketiga.
Keberhasilan dalam pengolahan itu sendiri pun tergantung pada kesungguhan
motivasi belajar (fase pertama) dan kadar konsentrasi terhadap unsur-unsur yang
relevan (fase kedua).
b. Hasil
belajar. Ada aneka hasil belajar yang bersifat lebih terbatas dan karena itu
kemungkinan untuk mengalihkannya ke bidang studi yang lain lebih terbatas,
seperti informasi verbal dan ketrampilan motorik. Terdapat pula aneka hasil
belajar yang mengandung kemungkinan untuk dialihkan secara lebih luas ke
berbagai bidang studi, bahkan menjadi bekal untuk digunakan dalam banyak bidang
kehidupan.
c. Bahan
atau materi dalam bidang studi, metode atau prosedur kerja yang diikuti dan
sikap yang dibutuhkan dalam bidang studi. Transfer belajar mengandalkan adanya
kesamaan, maka kesamaan antara daerah/ bidang studi atau antara bidang studi
dan kehidupan sehari-hari itu secara nyata harus ada, entah menyangkut metode,
materi, prosedur kerja atau sikap.
d. Faktor-faktor
subjektif di pihak siswa. Kemampuan mengolah berkaitan dengan kemampuan
belajar, terutama komponen kemampuan intelektual tinggi, lebih mampu untuk
mengolah secara mendalam dan secara lebih menyeluruh dan pada umumnya lebih
mampu untuk melihat kemungkinan mengadakan transfer belajar.
e. Sikap
dan usaha guru. Apakah siswa berhasil dalam mengadakan transfer belajar, bila
hal itu dimungkinkan, tergantung juga dari kesadaran dan usaha guru untuk
mendampingi siswa dalam mengadakan transfer belajar.
Prinsip – prinsip Transfer Belajar
Adapun prinsip-prinsip transfer belajar (sehubungan
dengan mengingat) menurut Klasmeier adalah sebagai berikut.
|
Generalisasi
|
|
1.
Mengarahkan energi sacara intensif pada suatu tujuan.
2.
Materi yang bermakna, yang berkaitan antara berbagai bagian dan yang mana
individu dapat memasukannya dalam struktur kognitifnya yang siap dipelajari
dan diingat.
3.
Penguat positif akan memapankan perilaku, dan dan karenanya memungkinkan
terjadinya retensi.
4.
Latihan/praktek meningkatkan stabilitas dan kejelasan pengetahuan individu
sehingga mengurangi kelupaan.
5.
Larangan yang pro-aktif dan retro-aktif serta kurangnya keterkaitan materi
sebagai akibat retensi.
6.
Pengetahuan, sikap dan kemampuan yang digeneralisasikan siap dialihkan ke
situasi yang baru.
7.
Sikap, pengetahuan, dan kemampuan individu yang umum dan inklusif
dikembangkan melalui penerapan dan berbagai situasi.
8.
Sikap, pengetahuan, dan kemampuan akan mendapatkan organisasi yang mapan
melalui pengalaman belajar yang produktif selama jangka waktu tertentu.
|
|
Prinsip
|
|
1.
Menanamkan kesungguhan pada anggota yang belajar.
2.
Membuat materi belajar menjadi bermakna.
3.
Memungkinkan terjadinya konsekuensi yang memuaskan terhadap respon-respon
yang benar.
4.
Menyediakan latihan/praktek.
5.
Menghindari organisasi yang salah dan gangguan.
6.
Menekankan konsep konsep dan kemampuan-kemanpuan umum.
7.
Memungkinkan terjadinya aplikasi.
8.
Memungkinkan peningkatan belajar dan tindak lanjutnya.
|
Implikasi Transfer Pembelajaran
Dalam Praksis Pembelajaran
Transfer positif, seperti yang telah diutarakan,
akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat
sama atau mirip dengan situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa tersebut
kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrerampilan yang telah ia
pelajari di sekolah. Transfer positif dalam pengertian seperti inilah
sebenarnya yang perlu diperhatikan guru, mengingat tujuan pendidikan secara
umum adalah terciptanya sumber daya manusia berkualitas yang adaptif. Kualitas
inilah yang seyogianya didapat dari lingkungan pendidikan untuk digunakannya
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, setiap lembaga kependidikan
terutama jenjang pendidikan menengah, perlu menyediakan kemudahan-kemudahan
belajar, seperti alat-alat dan ruang kerja yang akan ditempati siswa kelak
setelah lulus.
Sementara itu, menurut teori yang dikembangkan
Thordike, transfer positif hanya akan terjadi apabila dua materi pelajaran
memiliki kesamaan unsur. Hal-hal seperti kesamaan situasi dan benda-benda yang
digunakan untuk belajar sebagaimana tersebut dalam teori Gagne, tidak dianggap
berpengaruh. Untuk memperkuat asumsinya, Thordike memberi contoh, jika Anda
telah memecahkan masalah geometri yang mengandung sejumlah huruf tertentu
sebagai petunjuk, maka Anda tak akan dapat mentransfer kemampuan memecahkan
masalah geometri itu untuk memecahkan masalah geometri lainnya yang menggunakan
huruf yang berbeda.
Dalam perspektif psikologi kognitif masa kini,
mekanisme transfer positif masih diragukan karena teori ini menganggap transfer
sebagai peristiwa-peristiwa spontan dan mekanis seperti yang diyakini orang
selama ini. Keraguan itu timbul karena para ahli kognitif telah banyak
menemukan peristiwa transfer positif yang sangat mencolok antara kedua
ketrampilan yang memiliki unsur yang sangat berbeda, namun memiliki struktur
logika yang sama.
Berdasarkan hasil penelitian menurut perspektif
kognitif transfer positif hanya akan terjadi pada diri seorang siswa apabila
dua wilayah pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari siswa tersebut
menggunakan dua fakta dan pola yang sama, dan membuahkan hasil yang sama pula.
Dengan kata lain dua domain pengetahuan tersebut merupakan sebuah pengetahuan
yang sama.
Ilustrasinya dapat digambarkan sebagai berikut.
Orang yang menduga bahwa seorang siswa yang telah membaca kitab alquran akan
secara otomatis mudah belajar bahasa arab karena ada kesamaan unsur (sama-sama
bertulisan arab) perlu dipertanyakan. Namun seorang siswa yang pandai dalam
seni baca alquran sangat mungkin dia belajar tarik suara karena dalam dua
wilayah keterampilan itu terdapat kesamaan struktur logika yakni logika seni. Demikian
pula halnya dengan siswa yang sudah menguasai bahasa dan sastra Indonesia, ia
mungkin akan mudah sebagai seorang pengarang. Mudahnya siswa tersebut sebagai
pengarang bukan akan adanya kesamaan unsur, melainkan karena antara penguasaan
bahasa dan sastra dengan aktivitas mengarang itu terdapat hubungan yang muncul
dari struktur logika yang sama.
Sesungguhnya transfer itu merupakan peristiwa
kognitif yang terjadi karena belajar. Jadi belajar dalam hal ini seyogianya
dipandang sebagai keadaan sebelum transfer atau prasyarat adanya transfer
dengan demikian anggapan bahwa transfer itu spontan dan mekanis
sebenarnya berlawanan dengan hakikat belajar itu sendiri, yakni perbuatan siswa
yang sedikit atau banyak selalu melibatkan aktivitas kognitif. Sementara untuk
kasus transfer negatif menurut Andersen dan Lawson (dalam Syah, 2002) tak perlu
dirisaukan karena jarang terjadi. Kesulitan belajar siswa yang terjadi selama
ini diduga karena transfer negatif sebenarnya memerlukan penelitian lebih
lanjut. Sebab selama ini gangguan konflik antar ingatan fakta dalam memori
manusia hampir tak pernah terjadi atau mengganggu perolehan keterampilan baru.
Sehingga kesulitan belajar yang dialami siswa mungkin disebabkan oleh
faktor-faktor seperti faktor intern siswa dan ekstern siswa (misalnya, labilnya
emosi, gangguan alat indra, dan lingkungan belajarnya).
Terdapat peristiwa belajar yang secara lahiriah
tampak seperti transfer tetapi sesungguhnya bukan. Contoh-contoh ini penting
untuk diketahui agar siswa dan guru tidak terkecoh oleh timbulnya sesuatu yang
baru dan baik sebagai sesuatu yang sedang diharapkan yakni transfer positif.
Pertama, seorang siswa yang berkemampuan menulis dengan menggunakan tangan
kanan lalu suatu saat dia mampu juga menulis dengan tangan kirinya. Atau
kejadian lain seperti seorang siswa memantul-mantulkan bola dengan tangan
kanannya kemudian siswa itu juga mampu memantul-mantulkan bola dengan tangan
kirinya walaupun tanpa latihan. Peristiwa seperti ini tampaknya seperti
transfer karena kemampuan tangan kanan seakan-akan memberi pengaruh tangan
kirinya, padahal peristiwa tersebut bukan transfer. Peristiwa-peristiwa tadi
hanya merupakan bukti bahwa perilaku belajar itu bersifat organik yakni
melibatkan semua organ-organ tubuh, termasuk organ otak, meskipun siswa tadi
tidak tampak memikirkan bagaimana cara memantukan bola dengan tangan kirinya.
Peristiwa yang tampak seperti yang tampak tadi lazim disebut cross education.
Kedua, seorang anak SD yang mengenal huruf “u”
dalam kata “gula” suatu saat dapat pula mengenal huruf tersebut dalam
kata “guru” atau “madu” dan sebagainya. Kasus yang terjadi pada anak
tadi bukan transfer, melainkan peristiwa penerapan hasil belajar perseptual
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar